HOLIDAY IS DEAD

Libur telah tiba…Horee…Horee…Horeeeee…

Mungkin kita masih ingat lirik dari sebuah lagu yang dinyanyikan penyanyi cilik ini dulu, lagu ini biasanya menghiasi televisi menjelang masa-masa siswa usai melaksanakan ujian. Holiday berarti hari libur, pakansi (libur untuk sekolah ), atau hari raya. Holiday ini satu akar kata dengan Holy artinya suci atau Holiness yang artinya kesucian. Libur ini dianggap sebagai suatu waktu di mana kita terbebas dari segala macam aktifitas dan rutinitas sehari-hari. Masyarakat dominan melihat fenomena libur sebagai tidak adanya kegiatan yang dilaksanakan pada waktu itu. Itulah maksud libur (holiday) secara etimologi. Sehingga masa ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat secara umum karena mereka menganggap akan terbebas dari berbagai macam kegiatan. Tetapi anehnya fenomena yang terjadi pada masa libur kita malah membuat kegiatan atau aktifitas sebagai pengganti kegiatan sebelumnya, misalnya kita libur tapi melakukan kegiatan tamasya pada saat itu juga. Pemaknaan libur kita maknai hanya sebagai penggantian aktifitas satu ke aktifitas yang lainnya, tapi kalau kita konsisten dengan kata libur berarti tidak ada aktifitas yang kita lakukan.
Pada masyarakat moderen misalnya menganggap bahwa musim liburan adalah masa yang sangat berharga dan sangat mahal. Masa liburan adalah ritual wajib atau semacam hari raya yang harus dilaksanakan oleh kaum modern yang mungkin jika tidak dilaksanakan kita akan berdosa. Sehingga tidak heran mereka memiliki agenda khusus dan anggaran sendiri dari pendapatan yang dimiliki disisihkan untuk musim liburan ini, bahkan jauh-jauh sebelumnya mereka telah mem-booking tempat dan tiket untuk perjalanannya. Tempatnya juga tak tanggung-tanggung melintasi benua demi merealisasikan musim liburan ini. Uang mereka hamburkan demi merasakan kenikmatan bersama keluarga pada masa libur tersebut. Dalam menyambut musim liburan ini mereka siap menggelontorkan kemampuannya agar tidak kehilangan momen ini. Masyarakat barat mungkin memahami libur (holiday) sebagai suatu hal yang suci seperti dijelaskan sebelumnya sehingga mereka tidak akan melepaskan momentum ini (libur) dan bahkan mengeluarkan biaya yang besar untuk memperingati masa liburan dengan berbagai macam aktifitas.
Dalam konteks lembaga kemahasiswaan apakah hukum libur berlaku padanya? Pernahkah lembaga kemahasiswaan mengadakan libur ?. Yang terjadi selama ini adalah libur dalam hal akademik tetapi kita melihat itu sebagai libur lembaga kemahasiswaan. Kalau kita kembali kepada definisi libur yaitu tidak adanya aktifitas atau kegiatan yang kita lakukan, Maka libur secara akademik tidak berarti meliburkan lembaga kemahasiswaan, libur itu hanya berlaku pada kegiatan akademik dan tidak berlaku universal pada lembaga kemahasiswaan.Libur tidak dapat digeneralkan pada semua kegiatan.Sindrom libur ini menjangkiti kita semua termasuk pada pengurus lembaga kemahasiswaan sehingga membuat program menjadi terhambat. Momentum libur akademik ini harus dimanfaatkan untuk mengkonsolidasikan seluruh stakeholder yang ada untuk membangun visi dan mengejar ketertinggalan.
Pertanyaan paling mendasar untuk mengatasi sindrom libur yang sudah sangat akut ini dan menjangkiti lembaga kemahasiswaan adalah Apakah libur itu ada ? kalau kita kembali kepada definisi libur yaitu tidak adanya aktifitas yang kita lakukan maka pertanyaannya kemudian adalah pernahkah kita tidak melakukan aktifitas ? kalau kita menjawab pernah, misalnya tidur. Ternyata tidur juga merupakan aktifitas sehingga secara konseptual libur itu tidak ada atau kita tidak pernah tidak melakukan aktifitas. Jadi libur itu sebenarnya tidak ada yang ada hanya kita mengganti aktifitas yang satu ke aktifitas yang lainnya. Tinggal kita melihat apakah tidur yang merupakan aktifitas pantas dan ideal dilakukan dalam lembaga kemahasiswaan. Dengan sendirinya pada lembaga kemahasiswaan tidak mengenal kata libur karena kita tidak pernah berhenti beraktifitas sehingga libur telah mati (holiday is dead).
Jadi, sepantasnya di masa transisi akademik seperti ini pengurus lembaga kemahasiswaan mempersiapkan hal-hal yang akan dilaksanakan bukan meliburkan segala aktivitas kelembagaan yang ada. Agenda-ageda pengkaderan harus tetap jalan dan jangan memaknai lembaga kemahasiswaan sebagai benda mati tapi maknai lembaga sebagai benda hidup di mana para pengurus adalah roh dan jiwanya. Libur bukan berarti tidak adanya aktifitas yang kita lakukan tetapi hanya perpindahan aktifitas satu ke aktifitas lainnya. Menjadi pengurus berarti telah me-wakaf-kan tenaga dan waktu kita pada sebuah lembaga kemahasiswaan

Penulis adalah seseorang yang mencoba memahami realitas kampus di tengah benturan wacana dan ideologi


 

Original Blogger Template | Modified by Blogger Whore